Sabtu, 13 Maret 2010

Ayo Kita Dukung Rekomendasi Pertemuan 7 Februari Bandung Seperti Tulisan Dibawah Ini

REKOMENDASI HASIL LOKAKARYA PAFI BANDUNG TGL 7 FEB'10

Dengan telah diselenggarakan Lokakarya bertema Eksistensi Profesi Asisten Apoteker Pasca Berlakunya PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang telah dilaksanakan oleh Pengurus Daerah Jawa Barat Persatuan Ahli Farmasi Indonesia/PAFI pada tanggal 07 Februari 2010 di Bandung maka bersama ini disampaikan kesimpulan dan rekomendasi hasil lokakarya tersebut, agar ditinjau kembali pasal-pasal sebagai berikut:

1. Pada dasarnya kami mendukung PP.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian tersebut sebatas masih wajar bagi kami selaku pelaksana pelayanan kefarmasian

Kami tidak berkeberatan bahwa Asisten Apoteker, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi bersama Sarjana Farmasi S1 menjadi Tenaga Teknis Kefarmasian

2. Pada Pasal 1 ayat 6 dan Bab III Pasal 33 ayat 2 yang berbunyi :

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.



Untuk kejelasan apa dan siapa yang dimaksud Tenaga Menengah Farmasi / Asisten Apoteker ini, apakah keluaran dari Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi atau Sekolah Menengah Farmasi (SMF dulu)

Hal ini tidak sesuai dengan Kriteria di Permenkes 679/V/2003 tentang Registrasi Ijin Kerja Asisten Apoteker.


3. Pasal 1 ayat 19 yang berbunyi :

Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.

Usul Perbaikan :

Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia dan Persatuan Ahli Farmasi Indonesia adalah organisasi profesi tempat berhimpunnya para Asisten Apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian



Organisasi Profesi PAFI harus dicantumkan dalam peraturan pemerintah No. 51 ini, sebagaimana telah tercantumnya organisasi Apoteker, agar dalam implementasinya jelas batasan antara Organisasi Apoteker dan Organisasi Tenaga Teknis Kefarmasian.



Pasal 19 tentang Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :

a. Apotek;

b. Instalasi farmasi rumah sakit;

c. Puskesmas;

d. Klinik;

e. Toko Obat; atau

f. Praktek bersama.



Usul Perbaikan :

Agar ditinjau kembali untuk nama/ Istilah tidak sesuai dengan Undang-undang no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu nama:

- Klinik seharusnya adalah Balai Pengobatan

- Toko Obat seharusnya adalah Pedagang Eceran Obat

- Bahwa Pelayanan kefarmasian di Praktek bersama tidak ada kecuali didalamnya ada apotik atau Pedagang Eceran Obat.

Pasal 21 ayat 3 :

Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.



Diusulkan

Dalam hal di daerah tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.

Komentar :

Pada saat sekarang ini bukan saja didaerah terpencil yang tidak tersedia Apoteker, bahkan didaerah perkotaan tenaga Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasianpun masih terbatas dalam pelayanan kefarmasian jadi pasal 21 ini ayat 3 usul untuk perbaikan.



Pasal 26 ayat 1

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.



Tenaga Teknis Kefarmasian di Pedagang Eceran Obat ini merupakan kewenangan mandiri , tidak dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker seperti pasal 50 ayat 2



Pasal 50 ayat 2 : Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya . Jadi pasal 26 ayat 1 dan pasal 50 ayat 2 ini tidak seirama bahkan bertolak belakang.



Usul perbaikan pasal 50 ayat 2 yaitu:

Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker atau pimpinan unit yang telah memiliki STRA/STR sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya kecuali bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang mempunyai kewenangan mandiri.





Pada Bab III pasal 38 ayat (3)

Untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja

Untuk direvisi sehingga bunyinya:

Pada Bab III pasal 38 ayat (3)

Untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh surat pengajuan permohonan dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja



Pasal 38 ayat 4

Ijazah dan rekomendasi sebagaimana dimaksud ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota untuk memperoleh Ijin Kerja

Usul untuk direvisi menjadi sebagai berikut:

Pasal 38 ayat 4

Ijazah dan surat pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota untuk memperoleh Ijin Kerja

Pada Bab III pasal 47 (1) ayat c

Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan:

a.Memiliki ijazah sesuai pendidikannya

b.Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat ijin praktek

c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja, dan..........

kalimat ini usul untuk direvisi kembali dan diubah menjadi :

Pada Bab III pasal 47 (1) ayat b

b memiliki surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat ijin praktek

c.memiliki sertifikat kompetensi dari Organisasi Profesi , dan......….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar